Archive for the ‘SOSIAL BUDAYA’ Category

HAK ULAYAT DALAM NEGARA INDONESIA   Leave a comment

PENDAHULUAN

Dalam rumusan pasal 18B ayat ( 2 ). Bahwa, “negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan undang-undang”.

Berdasarkan rumusan tersebut maka, timbul pertanyaan siapakah masyarakat hukum adat itu?. Dan bagaimana posisinya dalam konteks Negara Republik Indonesia?.

PEMBAHASAN

Masyarakat adat adalah kelompok komunitas yang memiliki asal-usul leluhur, secara turun temurun mendiami wilayah geografis tertentu, memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial, dan teritori sendiri. Adat sendiri berarti “kebiasaan” atau “tradisi”.

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah adat dan masyarakat hukum adat sering kali diasosiasikan dengan hal-hal yang berbau negatif, konflik dan kekerasan.

Jika kemudian rumusan dalam pasal 18B diatas diteliti secara mendalam maka, dapat dipahami bahwa “masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya” akan memperoleh pengakuan sepanjang dinyatakan masih “hidup”.

Frasa “masih hidup” yang tersebut dalam pasal ini justru bersifat kontra-produktif. Karena pengakuan tentang “masih hidup” adalah pengakuan yang datangnya dari pihak yang sedang berkuasa. Sehingga tidak menutup kemungkinan demi memuluskan kepentingan penguasa maka secara sepihak masyarakat hukum adat yang ada dinyatakan tidak lagi “hidup”.

Akibatnya adalah proses penghancuran sistematis, tidak saja terhadap potensi sumber daya alam melainkan juga terhadap eksistensi masyarakat adat, yang kemudian dilegitimasi oleh peraturan perundang-undangan yang menegasikan hak adat.

Dengan mengatasnamakan kepentingan nasional dan pembangunan. Negara secara brutal melakukan penguasaan terhadap sumber daya alam. Berbagai aturan perundang-undangan yang dikeluarkan pun hanya sebatas demi melancarkan proses penguasaan yang sedang berlangsung. Sehingga dapat dipahami bahwa justru negara yang mengarahkan dan menyebabkan konflik. Tidak adanya jaminan bagi masyarakat yang telah menempati dan mengelola wilayah mereka secara turun-temurun jauh sebelum Negara Republik Indonesia diproklamirkan menimbulkan rasa tidak percaya terhadap negara.

KESIMPULAN

Dalam konsep negara, terdapat unsur-unsur yang membentuk suatu negara yaitu, wilayah, rakyat, dan pemerintah. Adanya wilayah dan rakyat dalam suatu negara adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sedangkan pemerintah adalah produk dari kesadaran kolektif rakyat itu sendiri.

Hubungannya dengan negara, secara historis bagi Indonesia, yang memiliki hak atas wilayah adalah rakyat, dan rakyat adalah ulayat itu sendiri.

Posted May 25, 2011 by Lailatul Qadar in ADAT, HUKUM, POLITIK, SOSIAL BUDAYA

TELAAH RINGKAS : DISINTEGRASI IDEOLOGI DAN NEGARA KESEJAHTERAAN   1 comment

PENDAHULUAN

Indonesia sesuai dengan ketentuan pasal 31, 32, 33, dan 34 UUD 1945 adalah negara bermartabat yang menempatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sebagai tujuan utama. Nilai-nilai yang mencerminkan kerakyatan diterjemahkan ke dalam konstitusi dengan maksud untuk menjadi acuan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hal, sejauh menyangkut pasal-pasal tersebut diatas, maka negara adalah suatu perwujudan kedaulatan dan nurani yang berpegang teguh pada tegaknya suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam konteks itulah negara seharusnya berjalan. Tetapi, jika kemudian kita melihat pada kenyataan yang berlangsung dalam realitas negara ini, maka yang akan ditemukan adalah hal sebaliknya. Dalam banyak hal, negara kemudian gagal dalam menindaklanjuti kepentingan rakyat. Kemiskinan yang merata dan rendahnya mutu pendidikan telah menyebabkan sebagian besar rakyat mengalami kesulitan dalam mempertahankan hidupnya di negeri ini.

PEMBAHASAN

Munculnya organisasi dan kelompok anti pemerintah bukanlah tanpa sebab. Ketimpangan kesejahteraan dan ekonomi memainkan peran yang amat penting dalam memicu tumbuh suburnya organisasi dan kelompok-kelompok ini. Jika kemudian, ditemukan bahwa alasan-alasan yang sering kali digunakan adalah alasan ideologis dan bahkan tidak jarang cenderung mengarah pada penggantian ideologi yang dalam hal ini adalah Pancasila. Maka, seharusnya ini pun memiliki alasannya tersendiri.

Dalam Pancasila seluruhnya, sila ke 1 sampai sila ke 5. Terbaca dengan jelas apa-apa yang seharusnya menjadi dasar serta tujuan negara. Jika hal ini, kemudian dikaitkan dengan kenyataan sosial yang terjadi dinegara ini, maka muncul pertanyaan, sejauh mana ideologi bisa berpengaruh pada kesejahteraan rakyat?. Pertanyaan ini jika diarahkan pada realitas maka jawabnya adalah tidak. artinya bahwa secara ideologis Pancasila tidak memberikan pengaruh pada jalannya negara dan pemerintahan.

Jika dipahami bahwa salah satu unsur negara adalah warga negara yang tentunya adalah rakyat maka tidak mungkin ada negara tanpa rakyat. sebagaimana tidak mungkin tanpa wilayah. Pemerintah adalah produk dari kesadaran rakyat, sehingga pemerintah dapat dipandang lebih ringan. Jadi logikanya, pemerintah seharusnya bekerja demi kepentingan rakyat yang membentuk dan memberikan legitimasi padanya, dengan bersandar pada acuan ideologi yang menjadi dasar dan tujuan negara.

Dalam kasus Indonesia, ideologi yang diusung pihak berkuasa kemudian menjadi tidak relevan dikarenakan tidak sinkronnya penggambaran ideologi dengan realitas objektif yang terjadi. Ketidakpuasan atas kinerja pemerintah secara langsung dikaitkan dengan ideologi yang diusung. Mengapa demikian?karena dengan jelas dipahami bahwa Pancasila adalah yang menjiwai bangsa dan negara ini, pun juga setiap landasan ideologi lain-lain yang dianut negara-negara dunia. Jika ideologi yang digembar-gemborkan itu ternyata tidak berdampak apa-apa pada membaiknya kesejahteraan rakyat. Maka, kesimpulannya adalah ada yang tidak beres dengan logika ideologi negeri ini.

Tidak mengherankan, jika kemudian untuk memperbaiki keadaan, maka cara yang dianggap perlu diambil dan paling relevan adalah dengan mengganti ideologi. Dengan itu maka diharapkan keadaan yang tidak “baik” dapat diubah menjadi lebih baik. Walaupun tidak ada jaminan bahwa dengan mengganti ideologi maka keadaan pastilah menjadi lebih baik, sekurang-kurangnya tidak dibenarkan untuk bertahan pada sesuatu yang sudah jelas buruk.

KESIMPULAN

Kehadiran organisasi dan kelompok-kelompok radikal yang ada tidak melulu harus dilihat dari sudut pandang negatif. Hal inipun harus dilihat secara positif, artinya bahwa dengan munculnya organisasi dan kelompok-kelompok ini maka negara dan lebih khusus pemerintah sedang disadarkan bahwa agenda dan tujuan besar bangsa adalah untuk mensejahterakan rakyatnya dan hal ini belumlah tercapai.

Posted May 23, 2011 by Lailatul Qadar in SOSIAL BUDAYA